Berita / Nasional /
BMKG: Kewaspadaan Terhadap Potensi Bencana Hidrometeorologi Basah Perlu di Lakukan
Ayobaca.id, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa akhir tahun 2024 mulai dari Bulan November hingga Desember terjadi La Nina lemah yang bersamaan dengan masuknya musim hujan.
Oleh karena itu, Kepala BMKG RI mengingat agar kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi basah perlu dilakukan.
"Tolong monitor perkembangan potensi bencana dan kondisi hujan di wilayah masing-masing," katanya, dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi yang diselenggarakan oleh Kemendagri, disiarkan melalui YouTube Kemendagri RI, Senin (18/11/24).
Dwikorita Karnawati menerangkan, Tahun 2025 diawali dengan masih aktifnya La Nina lemah hingga bulan Maret disertai dengan puncak musim hujan Januari-Februari.
Sehingga terang dia, perlu kesiapsiagaan untuk menghadapi potensi bencana hidrometriologi basah seperti banjir, banjir bandang, banjir pesisir atau Rob, longsor yang disertai angin kencang dan kilat atau petir.
"Terdapat 67 persen wilayah Indonesia yang mengalami curah hujan tahunan kategori tinggi lebih dari 2500 mm per tahun pada tahun 2025. Terutama di wilayah sebagian besar Sumatera, sebagian besar Kalimantan, Pulau Jawa bagian barat dan tengah, sebagian Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Selatan, sebagian Maluku, serta sebagian besar Papua Barat dan Papua," ujarnya.
Kepala BMKG menyampaikan beberapa faktor yang dapat mengendalikan iklim di Indonesia. Sehingga dengan beberapa faktor tersebut menyebabkan terjadinya dinamika perubahan iklim dan perubahan cuaca di Indonesia sendiri.
Faktor pertama adalah penyimpangan suhu muka laut di Samudera Pasifik, sehingga kita mendapatkan fenomena El Nino dan La Nina.
Kemudian Dwikorita Karnawati menerangkan, faktor lainnya adalah penyimpangan suhu muka laut di perairan Indonesia, dan juga penyimpangan suhu muka laut di Samudera Hindia sehingga Indonesia mengalami Indian Ocean Dipole (IOD).
Kemudian juga adanya angin musiman atau monsun yang bertiup dari Benua Asia dan bertiup dari Australia.
"Seluruh pengendali iklim tersebut berpengaruh dalam mengkondisikan iklim dan cuaca di Indonesia," ujarnya.
Kepala BMKG itu menambahkan, akibat iklim dan cuaca tersebut yang terkait dengan hidrometalorologi potensi mengintai sepanjang tahun.
Dia mengungkapkan, potensi bahaya pada bulan Desember, Januari dan Februari adalah banjir, longsor, gelombang tinggi.
Kemudian pada bulan Maret, April dan Mei, terjadinya puting beliung, petir, hujan es. Lalu di Bulan Juni, Juli, Agustus, terjadinya kekeringan, karhutla, dan gelombang tinggi.
"September, Oktober, November, waspada terjadinya puting beliung, petir, hujan es, hujan lebat sporadis disertai kilat, petir dan angin kencang. Makanya perlu waspada," ungkap dia. (*)
Komentar Via Facebook :